Thursday, December 27, 2007

Saya Belajar!

Bak gayung bersambut nih temen-temen, ada kiriman dari Pak Nizar, Senior VP di kantor aku mengenai refleksi akhir tahun. Judulnya sih singkat, "Saya Belajar". Tapi jangan ditanya, maknanya tuch dalem banget. Dan kebetulan ada sedikit benang merah, yang bisa dihubungkan dengan tulisan yang aku posting sebelumnya. Terutama di kalimat "saya belajar, bahwa keluarga saya adalah harta terbesar yang saya punya..

Supaya nggak penasaran, ini aku kasih cuplikan renungan dari beliau tersebut:
Tahun 2007 Saya belajar,
bahwa saya tidak dapat memaksa orang lain mencintai saya.
Saya hanya dapat mencintai dengan tulus tanpa mengharapkan balasan
Saya belajar,
bahwa butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan dan hanya
beberapa detik saja untuk menghancurkannya. ...
Saya belajar,
bahwa orang yang saya kira adalah orang yang jahat,
justru adalah orang yang membangkitkan semangat hidup saya kembali serta
orang yang begitu perhatian pada saya...
Saya belajar,
bahwa persahabatan sejati senantiasa terlihat baik disaat kita senang maupun disaat kita susah..
Saya belajar,
bahwa jika seseorang tidak menunjukkan perhatian seperti yang saya
inginkan, bukan berarti bahwa dia tidak mencintai saya....saya hanya
belajar untuk tidak egois dan mengerti akan dirinya
Saya belajar,
bahwa sebaik-baiknya pasangan itu, mereka pasti pernah melukai perasaan
saya....dan untuk itu saya harus rela memaafkannya. ..
Saya belajar,
bahwa saya harus belajar mengampuni diri sendiri dan orang lain...kalau
tidak mau dikuasai perasaan bersalah terus-menerus. ..
Saya belajar,
bahwa lingkungan dapat mempengaruhi pribadi saya, tapi saya harus
bertanggung jawab untuk apa yang saya telah lakukan..
Saya belajar
bahwa dua manusia dapat melihat sesuatu, tapi kadang dari sudut
pandang & pengalaman yang berbeda. Saya harus menerima kenyataan ini
Saya belajar,
bahwa tidaklah penting apa yang saya ketahui tapi yang penting adalah bagaimana memberikan manfaat bagi orang lain.
Saya belajar,
bahwa tidak ada yang instant atau serba cepat di dunia ini, semua butuh
proses dan pertumbuhan, kecuali saya ingin sakit hati...
Saya belajar
bahwa saya harus memilih apakah menguasai sikap dan emosi atau sikap dan
emosi itu yang menguasai diri saya...
Saya belajar,
bahwa saya punya hak untuk marah, tetapi itu bukan berarti saya harus benci
dan berlaku bengis thd orang tersebut
Saya belajar,
bahwa kata-kata dan janji manis tanpa tindakan adalah sesuatu yg merusak integritas dan kredibilitas saya
saya belajar,
bahwa saya harus belajar dari kesalahan yang pernah saya lakukan dan hidup
untuk masa depan, bukan terus-menerus melihat ke masa lampau..
saya belajar,
bahwa cinta itu memberi dan mengerti tanpa harus diberi dan dimengerti..
saya belajar,
bahwa apa yang kita inginkan tidak selalu sesuai dengan apa yang kita
butuhkan, dan kita harus berlapang dada menerimanya. .
saya belajar,
bahwa keluarga saya adalah harta terbesar yang saya punya..
saya belajar,
bahwa dengan berterima kasih pada Yang Maha Kuasa, maka Ia akan memberi
rahmat lebih banyak lagi..
saya belajar,

bahwa saya harus tidak boleh berhenti belajar dan mengembangkan diri..


Nah, gimana? renungan yang penuh makna, bukan? Tidak ada salahnya kita cerna dan coba kita terapkan. Walaupun tentunya tidak akan semudah mengeja deretan kalimat-kalimat diatas!

Tuesday, December 25, 2007

Satu Atap Dua Cinta

Satu Atap Dua Cinta. Ya, Satu ungkapan yang cukup menggelitik. ini memang merupakan judul salah satu tontonan sinetron di salah satu televise swasta TPI, yang ditayangkan di hari Selasa malam, (25/12) yang lalu. Awalnya aku tak tertarik dengan tontonan ini, karena aku berpikir bahwa pastilah acara ini gak beda jauh dengan tontonan sinetron lainnya.

Setelah pencet-pencet tombol remote, cari channel siaran yang bagus, kok ternyata acaranya nggak gitu bagus semua. Ya, sudahlah, akhirnya, iseng-iseng aku coba simak tontonan ‘satu atap dua cinta “ di TPI ini. Sinetron ini bercerita tentang romantika kehidupan pasangan suami istri dan anak-anaknya. Seperti umumnya tontonan sinetron Indonesia, pastilah tak lepas juga dari bumbu-bumbu adegan melankolis, pelukan, tangisan, rengekan bahkan tarian sambil nyanyi ( mungkin sinetron ini , niru film-film India juga kali ya..?).

Yang jelas, dari menyimak tontonan ini, saya ingin sedikit berbagi cerita dengan temen-teman semua, saya berharap kita semua dapat memetik hikmah dibaliknya. Bersyukurlah terhadap apa yang sudah kita terima! karena kebahagiaan tidak dapat diukur hanya dari materi semata. Keutuhan keluarga jauh lebih penting dari apapun juga.

Nah, pengin tahu ceritanya.? Berikut saya tuliskan cuplikan cerita tersebut.

Sang suami sebutlah namanya “Aryo” sebetulnya adalah tipikal suami yang setia, yang mencintai keluarga dengan sepenuh hatinya. Dia juga seorang pekerja kantoran yang pantang menyerah dan selalu berprinsip pada “kejujuran” dalam berusaha. Sementara si Istri, sebutlah “ Bella” adalah ibu rumah tangga biasa, yang tiap harinya berkutat dengan rutinitas pekerjaan rumah tangga. Sementara sang anak, masih duduk di bangku sekolah dasar.

Sama seperti layaknya keluarga muda yang lain, tuntutan kebutuhan sehari-hari juga meningkat. Dan sebenarnya ini bukan hal yang serius bagi si suami, karena toh sebetulnya kebutuhan pokok sehari-hari keluarganya, sudah tercukupi dari dari penghasilannya sebagai seorang pegawai, meski terus terang, rumah masih ngontrak. Yang menjadi masalah adalah tuntutan sang istri. Tiap hari sang istri terus mencela sang suami, kenapa belum bisa beli rumah, kenapa belum bisa beli mobil? Sementara kok teman-teman yang lainnya sudah memiliki semuanya.

Sementara itu, sang boss-nya si suami, sebut aja pak Erwin, punya keponakan cewek cantik dan tajir abis, yang mo datang ke Jakarta dari Amerika.Namanya “Sinta”. Nah, si Aryo tuch akhirnya disuruh ama bossnya untuk jemput ponakannya ke bandara. Akhirnya berkenalanlah si Sinta dengan si Aryo. Kalau kenalan sekali, terus gak ketemu lagi, mungkin gak jadi masalah. Celakanya, si Sinta ternyata balik ke Jakarta, untuk bantuin pak Erwin, si omnya itu. Dan yang lebih celaka lagi, si Sinta ini ternyata “jatuh cinta” setengah mati sama si Aryo. Padahal si Aryo mah cuek-cuek aja. Bebek aja kalah cueknya. Dan Sinta pun terus berusaha dengan berbagai cara untuk memikat Aryo. Apalagi mereka berdua satu kantor.

Satu ketika, pas menjelang hari ultah perkawinan mereka, sang istri Bella berencana memberikan satu kado istimewa buat sang suami, si Aryo. Berbelanjalah dia di satu toko elektronik untuk beli walkman. Eh kok ya kebetulan banget, si Sinta juga lagi belanja kado untuk dikasihkan juga ke si Aryo. Namanya juga sinetron. ya nggak .:), si Sinta maunya juga beli walkman. Karena sang “sutradara” sinetron udah ngatur walkmannya cuma tinggal satu dan dah dibeli lagi ama Bella. Akhirnya si Sinta, yang ngeliat si Bella bawa walkman, mendekati dan nawar untuk beli balik walkman tersebut. Ditawarilah si Bella uang 5 Jt sebagai ganti walkman itu. Ngomong-omong walkman apaan ya harganya 5 jt gitu..:)

Nah, sama si Sinta, walkman itu dikasihkanlah ke si Aryo. Dan sepulang kantor, tanpa dilihat-lihat dulu, walkman itu di stel oleh Aryo berdua ama istrinya Bella. Alamak, celaka!, ternyata isinya pengakuan blak-blakan dari si Sinta , kalau dia tuch sangat mencintai Aryo dengan setulus hati. Marahlah si Bella sang istri. Dia tuduhlah sang suami telah selingkuh dengan Sinta.

Saking marahnya si Bella, ditemuilah si Sinta di satu tempat. Dia tanya apa maunya,? kenapa gangguin suaminya? dan kenapa harus suaminya? Sementara masih banyak laki-laki (jomblo..) lainnya?

Dengan enteng, si Sinta menjawab,” aku mencintai suamimu, dan ijinkan aku berbagi denganmu”. Alamak, emang kue kali ya. Bisa dibagi-bagi…J

Tentu saja, si Bella marah besar dan sangat sewot mendengar ucapan si Sinta. Bahkan saking sewotnya, si Sinta sempat dia tampar. Tapi anehnya, si Sinta tak marah sedikitpun walau ditampar oleh Bella. Dengan dingin dan cuek, malah Sinta nawarin “kompensasi 5 M “ untuk bisa berbagi dengan Bella. Bella diam aja, bisikan hatinya berkata “wah boleh juga nih tawaran”. Kapan lagi bisa kaya mendadak. Tapi kayaknya 5 M masih kurang. Sinta yang melihat perubahan raut muka Bella, segera menyahut lagi. OK, aku tambahin jadi 10 M, gimana? Dengan enteng Bella mengangguk, tanda menyetujui kesepakatan itu.

Yang kaget tentu saja, sang suami si Aryo. Aryo yang sudah sekuat tenaga berupaya menghindari dan menolak Sinta, kok tiba-tiba disuruh istrinya, untuk mengawini Sinta alias dikasih restu untuk “poligami”. Sebagai suami yang sangat sayang dengan keluarganya, tentu saja Aryo menolak. Dia merasa harga dirinya sebagai seorang kepala keluarga telah “digadaikan”. Tapi apa daya, sang istri terus mendesaknya, dengan alasan kebutuhan sekolah anak-anaknya yang terus meningkat dan tentu saja rumah tinggal yang sudah semakin mendesak. Apalagi ditambah dengan desakan mertua laki-lakinya ( yang juga mata duitan).

Akhirnya kawinlah Aryo dan Sinta. Mereka semua termasuk Bella dan kedua anak mereka, tinggal dalam satu rumah mewah, lengkap dengan berbagai perabotan modern, mobil, sopir dan tentu saja pembantu, yang semuanya itu dibiayai oleh Sinta. Sinta tinggal di lantai bawah, sementara Bella dan kedua anaknya tinggal di lantai atas. Sedangkan si Aryo, masih berupaya menunjukkan harga dirinya dengan tinggal di lantai atas dan berusaha menjaga jarak dengan Sinta, sekalipun dirinya sadar bahwa dia sudah dibeli oleh Sinta - yang sebenarnya sangat tulus mencintainya.

Dari hari ke hari , banyak sekali perubahan yang terjadi di rumah itu. Bella sibuk, dan sangat mabuk dengan kenikmatan harta yang baru diperoleh dari Sinta ini. Tiap hari pekerjaannya hanya kongkow dan ngurimpi dengan teman-temannya. Dan yang paling parah, dia mulai melupakan tugas utamanya sebagai seorang ibu dari dua anak, yang sedang membutuhkan perhatian. Dia mulai cuek dengan kedua anaknya. Sebaliknya, Sinta yang memang sejak awal tulus mencintai Aryo, berusaha dengan sabar meluluhkan hati Aryo, dengan perhatian dan kasih sayang, termasuk memberikan kasih sayang yang tulus bagi kedua anak-anak Aryo. Akhirnya lambat namun pasti, si Aryo mulai luluh dengan ketulusan dan kelembutan Sinta. Apalagi melihat kedekatan anak-anaknya dengan Sinta, yang semakin hari semakin rapat. Sebaliknya, Aryo juga semakin merasakan adanya jarak antara dirinya dengan istri pertamanya si Bella.

Lambat namun pasti, terjadi pergantian peran. Sinta yang awalnya hanya ibu tiri bagi kedua anak-anak Aryo, berubah seolah-olah menjadi ibu kandung. Sdebaliknya, Bella yang sebenarnya merupakan ibu kandung, justru terlihat seperti ibu tiri bagi kedua anaknya. Malang bagi Bella, kedua anak dan suaminya akhirnya justru semakin terlihat mesra dengan Sinta. Dan disitu, baru munculah kesadaran dari Bella, bahwa ternyata gelimangan harta yang dia nikmati tersebut, tidaklah sebanding dengan kebahagiaan untuk dapat selalu berkumpul dengan anak-anak dan suaminya, sebagaimana yang dulu pernah dia rasakan. Di situ, baru dia sadar bahwa ternyata dia telah membuat satu kekeliruan besar yaitu menggadaikan kebahagiaan keluarga hanya demi harta, supaya dapat hidup enak. Weleh-weleh..weleh… begitulah sinetron. Tapi aku yakin dan percaya, bahwa cerita seperti itu, bukan mustahil banyak terjadi di kota Jakarta ini dan mungkin juga di kota-kota besar lainnya. Gimana dengan pendapat teman-teman semua?

–HW-